NGAJI RUTIN PAC RIJALUL ANSOR & MWC ASNUTER MARGOMULYO

NGAJI RUTIN PAC RIJALUL ANSOR & MWC ASNUTER MARGOMULYO

Beberapa Peristiwa Penting di Bulan Sya’ban

Selasa, 29 Maret 2022

Link kitab Ma Dza fi Sya’ban?

 

Bulan Sya’ban merupakan bulan yang sangat penting dalam kehidupan Muslim . Karena selain menjadi bulan yang dekat dengan Ramadhan dan sebagai bulan persiapan untuk menghadapi puasa di bulan Ramadhan sebagai wujud bergembira menyambut datangnya Romadhon, ada beberapa hal yang sering diperingati secara rutin setiap bulan Sya’ban, yaitu malam nisfu Sya’ban.

 

Selain malam Nisfu Sya’ban ada juga beberapa peristiwa penting yang terjadi pada bulan Sya’ban. Dalam kitab Ma Dza fi Sya’ban? karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menyebutkan beberapa peristiwa penting yang berimbas pada kehidupan beragama seorang Muslim.

 

1. Peralihan Kiblat Peralihan.

Peralihan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada bulan Sya’ban.

Menurut Al-Qurthubi ketika menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 144 dalam kitab Al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an dengan mengutip pendapat Abu Hatim Al-Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengalihkan kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu Sya’ban.

 

Peralihan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri menghadap langit setiap hari menunggu wahyu turun perihal peralihan kiblat itu seperti Surat Al-Baqarah ayat 144 berikut.

 

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Artinya, Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.

 

2. Penyerahan Rekapitulasi Keseluruhan Amal kepada Allah.

Salah satu hal yang menjadikan bulan Syaban utama adalah bahwa pada bulan ini semua amal kita diserahkan kepada Allah SWT.

 

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mengutip sebuah hadits riwayat An-Nasai yang meriwayatkan dialog Usamah bin Zaid dan Nabi Muhammad SAW.

 

Wahai Nabi, aku tidak melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Syaban? Kemudian Rasulullah SAW menjawab, Banyak manusia yang lalai di bulan Syaban.

 

Pada bulan itu semua amal diserahkan kepada Allah SWT. Dan aku suka ketika amalku diserahkan kepada Allah, aku dalam keadaan puasa. Penyerahan amal yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerahan seluruh rekapitulasi amal kita secara penuh.

 

Walaupun, menurut Sayyid Muhammad Alawi, ada beberapa waktu tertentu yang menjadi waktu penyerahan amal kepada Allah selain bulan Syaban, yaitu setiap siang, malam, setiap pekan. Ada juga beberapa amal yang diserahkan langsung kepada Allah tanpa menunggu waktu-waktu tersebut, yaitu catatan amal shalat lima waktu.

 

3. Penurunan Ayat tentang Anjuran Shalawat untuk Rasulullah SAW.

Pada bulan Syaban juga diturunkan ayat anjuran untuk bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu Surat Al-Ahzab ayat 56.

 

   إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya, Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.Ibnu Abi Shai Al-Yamani mengatakan, bulan Syaban adalah bulan shalawat.

 

Karena pada bulan itulah ayat tentang anjuran shalawat diturunkan. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Imam Syihabuddin Al-Qasthalani dalam Al-Mawahib-nya, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani yang mengatakan bahwa ayat itu turun pada bulan Syaban tahun ke-2 hijriyah. Wallahu alam.

 

4. Turunnya Kewajiban Puasa Ramadhan.

Syaban juga menjadi bulan di mana puasa Ramadhan ditetapkan sebagai kewajiban umat Islam. Puasa tersebut difardukan pada tanggal 10 Syaban tahun 2 hijriyah atau satu setengah tahun setelah Rasulullah hijrah.

 

Dalam Quran surat Al Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman mengenai kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan selama satu bulan penuh dan menjadi peristiwa sejarah bulan Syaban.

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinnya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

 

5. Puasa sunah Sering Dilakukan Rasulullah.

Keutamaan bulan Sya'ban dan sejarahnya juga tertulis dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim di mana Nabi Muhammad gemar melaksanakan puasa sunnah Syaban.

 

Dari Aisyah RA, beliau mengatakan, "Rasulullah SAW biasa berpuasa sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa.

 

Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah SAW berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya'ban."

 

Wallohu A’lamu Bishowah.

Pemateri:

De Badruns

(Katib MWCNU Margomulyo)

   

 

Share:

NGAJI RUTIN BAKDIYATAL JUM’AT MUSLIMAT NU RANTING NGELO (Wasiyatul Mustofa)

NGAJI RUTIN BAKDIYATAL JUM’AT MUSLIMAT NU RANTING NGELO

25 Maret 2022.

Kitab Wasiyatul Musthofa (Hikmah Sholat Jama’ah dan Sholat Dhuha)

 

Wahai Sahabat Ali, hendaklah kamu senantiasa melaksanakan sholat jamaah, karena sesungguhnya sholat jamah di sisi Allah seperti berjalan pada ibadah haji dan umrah.

 

Tiada seseorang yang loba (sangat ingin) untuk melaksanakan sholat jamaah kecuali seorang mukmin yang dicintai Allah dan tiada seorang yang benci sholat jamaah kecuali orang munafiq yang benar-benar dimurkai Allah.

 

 

يَا عَلِيُّ عَلَيْكَ بِصَلَاةِ الْجَمَاعَةِ فَاِنَّهَا عِنْدَ اللّٰهِ كَمَشِيْكَ اِلَى الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ وَمَا يَحْرُصُ عَلَى صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ اِلَّا رَجُلٌ مُؤْمِنٌ قَدْ اَحَبَّهُ اللّٰهُ وَمَا يَزْهَدُ فِيْهَا اِلَّا مُنَافِقٌ قَدْ اَبْغَضَهُ اللّٰهُ

Wahai Sahabat Ali, hamba-hamba yang paling dicintai Allah adalah seorang hamba yang bersujud sembari berdoa di dalam sujudnya.

 

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah mendholimi diriku, maka ampunilah dosaku, karena tidak yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau".

 

يَا عَلِيُّ اَحَبُّ الْعِبَادِ اِلَى اللّٰهِ عَبْدٌ سَاجِدٌ يَقُوْلُ فِيْ سُجُوْدِهِ : رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ فَاِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اَنْتَ

Wahai Sahabat Ali, hendaklah kamu senantiasa melaksanakan sholat Dhuha baik di dalam perjalanan maupun di dalam hadir (tidak dalam perjalanan).

 

Karena sesungguhnya tatkala hari kiamat telah tiba, maka menyerulah Dzat yang Maha Menyeru dari atas surga yang mulia, "Di manakah orang-orang yang melaksanakan sholat dhuha ?

 

Masuklah kalian dari puntu Dhuha dengan sejahtera dan aman". Dan tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali Dia memerintahkannya untuk melaksanakan sholat Dhuha.

 

 

يَا عَلِيُّ عَلَيْكَ بِصَلَاةِ الضُّحٰى فِى السَّفَرِ وَالْحَضَرِ فَاِنَّهُ اِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يُنَادِى مُنَادٍ مِنْ فَوْقِ شَرَفِ الْجَنَّةِ : اَيْنَ الَّذِيْنَ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ الضُّحٰى ؟ اُدْخُلُوْا مِنْ بَابِ الضُّحٰى بِسَلَامٍ اٰمِنِيْنَ، وَمَا بَعَثَ اللّٰهُ مِنْ نَبِيٍّ اِلَّا وَاَمَرَهُ بِصَلَاةِ الضُّحٰى

 

Note*

Begitu luarbiasanya Fadhilah Sholat Jama’ah dan sholat Dhuha, sampai-sampai Alloh memposisikan orang yang melaksanakannya sepadan dengan orang yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, yakni suatu ibadah penyempurna dalam rukun islam.

 

Yang dalam pelaksanaanya butuh syarat yang berbeda dan luar biasa, selain waktu, tenaga dan biaya yang tidak murah, saat ini ibadah haji dan umroh butuh kesabaran dalam menanti kedatangannya.

 

Bukan hanya satu dua tahun untuk bisa melakukan namun bisa sepuluh, duapuluh hingga tiga puluhan tahun lebih untuk bisa melaksanakannya, itupun belum ada jaminan ibadah haji kita mendapatkan pahala ibadah haji.

 

Namun dalam hal ini (Sholat jamaah dan sholat Dhuha) Alloh memberi suatu peroritas bagi yang mampu dan mau melaksanakannya.

 

Dalam Hadis yang lain Rosululloh menyampaikan

 

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ

Siapa yang berjalan menuju salat wajib berjemaah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju salat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.(HR. Ath-Thabrani)

 

Dalam Riwayat Imam Buhori Rosululloh juga menjelaskan:

مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يَنْصِبُهُ إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ وَصَلَاةٌ عَلَى أَثَرِ صَلَاةٍ لَا لَغْوَ بَيْنَهُمَا كِتَابٌ فِي عِلِّيِّينَ

 

Artinya: "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan sholat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang haji yang sedang ihram, dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat Dluha, dia tidak mempunyai niat kecuali itu, maka pahalanya seperti orang yang sedang umroh.

 

Dan menunggu sholat hingga datang waktu shalat yang lain yang tidak ada main-main di antara keduanya, maka pahalanya ditulis di 'Iliyyin (kitab yang mencatat segala perbuatan orang-orang yang berbakti." (HR Bukhari).

 

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ , تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ  (رواه الترمذي)

 

Artinya: "Barang siapa yang sholat Shubuh berjamaah, kemudian duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian duduk dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna dan sempurna." (HR Tirmidzi)

 

Dalam kesempatan ini kita hanya bisa berharap dan terus banyak berdo’a semoga kita di beri kekuatan oleh Alloh, agar bisa menjalankan Sholat jamaah dan sholat Dhuha dengan istiqomah, Amiin.

Wallohu A’lamu Bishowab

 

 

 

 

Pemateri:

De badruns

Katib Syuriyah MWCNU Margomulyo

 

Share:

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING KALANGAN DAN MARGOMULYO

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING KALANGAN DAN MARGOMULYO

Kitab Miftahul Falah Fie Ahadisin Nikah

Ahad, 20 Maret 2022

Tentang Menjaga Pandangan Mata, Menjaga Kemaluan Dan Menjauhi Berduaan Di Tempat Sepi

Hadis Ke 1

====================================

Dari Siti “Aisyah Rodhiyallohu Anha berkata bahwa: Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud )

 عن خالد بن دريك عن عائشة رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

 

Note*

Busana Muslimah hendaknya tebal dan tidak tipis serta tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

كساني رسول الله صلى الله عليه وسلم قطبية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau.

Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam menanyakanku: Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?.

Kujawab: Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah.

Beliau berkata: Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya.

(HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441,)

Dalam hadits ini Rasulullah memperingatkan Usamah agar jangan sampai bentuk tulang istrinya Usamah terlihat ketika memakai pakaian. Maka menunjukkan tidak boleh menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuh wanita. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat:

 

(1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan

 

(2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan).

 

Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian

 

(HR. Muslim dalam bab al libas waz zinah no. 2128).

Di samping itu etika berpakaian yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan. Karena kesederhanaan dalam segala hal termasuk dalam berpakaian adalah bagian dari iman. Dalam sebuah Hadis Rasulullah saw., sebagaimana terdapat dalam Sunan Ibn Majah/1379 sebagai berikut:

Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan adalah bagian dari iman.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْبَذَاذَةُ مِنَ الْإِيمَانِ

kriteria ini perlu diperhatikan ketika memilih, membeli, dan menggunakan pakaian. Perempuan yang menggunakan “hijab” tidak akan ada gunanya kalau pakaian yang mereka gunakan transparan dan ketat.

 

Begitu pula laki-laki, tidak ada gunanya memakai jubah, kalau tembus pandang dan auratnya terlihat oleh orang lain.

 

Pakaian yang digunakan oleh umat Islam mesti longgar dan tidak ketat. Pakaian yang baik ialah pakaian yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh supaya orang yang melihat kita tidak terpancing untuk melakukan perbuatan negatif.

 Demikian yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf wal ‘Afwu mingkum

Wallohu A’lamu Bishowabi.

 

Pemateri:

De Badruns

(Katib Syuriyah MWCNU Margomulyo)

 

 

 

Share: