ORANG TUA RASULULLAH SAW.

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Sejenak ana tarik nafas dalam2 karena melihat beberapa tulisan yang memojokkan kedua orang tua Nabi Muhammad saw, di katakan bahwa ayah dan ibunya baginda Nabi saw meninggal dalam keadaan syirik dan kafir. Argument tersebut di ambil dari sebuah hadist Nabi “Abuka wa Abi finnar” arti tekstualnya “ayahmu dan ayahku di dalam neraka”

Sebuah perabaan makna yang harus di garis bawahi oleh para penulis tersebut dan sekalian khalayak umum, dimana sebagian telah membaca maklumat tersebut. Menjadi sebuah pertanyaan bagi kita ketika hadist tersebut di maknai bahwa ayahnya rasulullah saw berada didalam neraka, apakah Allah swt menurunkan Nabi Muhammad saw kepada rahim ibu yang kafir..?? lalu betapa mulianya golongan orang kafir ketika sebagiannya di pilih menjadi sosok Nabi yang paling mulia dari nabi-nabi sebelumnya, sehingga bisa dicerna dengan akal kita, bahwa bila demikian maka alangkah rendahnya kedudukan orang-orang muslim di sandingkan dengan mereka golongan kafir. Melihat penafsiran makna hadist di atas yang demikian. Bukankah Allah swt senantiasa selalu menurunkan para Nabi dan rasul dari keturunan yang baik-baik. Dari prihal di atas penulis merasa bahwa itu merupakan pemaknaan yang cacat, di bawah berikut ini dipaparkan beberapa dalil yang menghapuskan maklumat tersebut :

1. Bukankah Allah swt mengatakan dalam kalam-Nya yang suci “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15) meninggalnya orang tua Nabi sebelum di turunkannya wahyu ilahi kepadanya (menjadi rasul) maka ketika itu tidaklah Allah mengazab mereka.

2. Kelahiran Nabi Muhammad saw pada masa yang di sebut dengan masa “fatroh” maksudnya adalah terputusnya risalah kenabian dari masanya Nabi Isa as sampai pada kelahiran Nabi saw mencapai kira-kira 500 tahun, dan itu merupakan waktu yang cukup lama. Ketika masa itu belumlah di turunkan risalah kenabian, maka Allah mengatakan dari ayat di atas tadi, bahwa sebelum datangnya Rasul maka tidaklah bagi mereka mendapat azab.

3. Allah SWT –pun menjaga silsilah Nabi saw, mulai dari masanya sayyidina Adam as sampai pada masa kelahiran beliau (Nabi saw) hal ini di katakan dalam firman-Nya : “Bertawakallah kepada (Allah) yang maha perkasa lagi maha penyayang, yang melihatmu ketika kamu ada, dan berpindahnya kamu di dalam (solbun) orang-orang yang sujud (mukmin)” perpindahannya silsilah Nabi saw benar-benar Allah jaga sehingga perpindahan (silsilahnya) melalui orang-orang yang bersujud (mukmin).

4. Nabi Muhammad saw sendiri bersabda : “Aku berpindah dari solbin yang baik kepada rahim yang suci, tidaklah Aku berasal dari benih orang-orang Jahiliyah, maka sesungguhnya aku adalah orang pilihan dari yang terpilih dan dari yang terpilih” sangat jelas sekali disini bahwa Nabi saw berpindah silsilahnya dari yang mukmin kepada rahim yang suci dan terus sampai beliau terlahir, itu semua tidak lain benar-benar dari golongan orang-orang yang mukmin dan bukanlah orang-orang jahiliyah.

Dari beberapa dalil di atas, bahwa bagaimana mungkin seorang Nabi penutup (akhir dari semua nabi) di lahirkan oleh seorang kafir. Adapun hadist yang menyebutkan “Abuka wa abi finar” memiliki makna, bahwa disitu terdapat kata “Wa” bukanlah “wa idhofi” akan tetapi “wa al-Qosam” yang berarti penta’kidan. Sehingga arti yang sebenarnya adalah “ayahmu dan demi ayahku (benar-benar ia) dalam neraka”, di lihat dari kisahnya, bahwa ketika itu ada seseorang yang bertanya kepada Nabi saw, wahai nabi ayahku meninggal apakah ia masuk surga..??jawab nabi “tidak dia didalam neraka” di tanya kedua kalinya “wahai nabi apakah ayahku masuk surga..??” jawab nabi “tidak dia didalam naraka” namun orang tersebut masih belum puas dan kembali bertanya “wahai nabi apa benar ayahku di dalam neraka..??” maka akhirnya Nabi saw memberi penekanan “Abuka wa Abi finar” ayahmu dan demi ayahku ia benar-benar di dalam neraka. Demikianlah yang sebenarnya. Semoga menjadi sebuah renungan bagi kita.

Alhamdulillaahirrobbil'aalamiin
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1688814738003508&id=1662412720643710

Share:

Membacaan Al-Qur’an di kuburan untuk orang yang telah wafat

Hadits tentang wasiat Ibnu Umar ra yang tertulis dalam syarah Aqidah Thahawiyah hal. 458 :
عَنِ إبْنِ عُمَر)ر(أوْصَى أنْ يُقْرَأ عَلَى قَبْرِهِ وَقْتَ الدَفنِ بِفَوَاتِحِ سُوْرَةِ البَقَرَة
ِ وَخَوَاتِمِهَا

“Dari Ibnu Umar ra :“Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”.

“Dari Ibnu Umar ra:“Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”

Hadits ini menjadi peganganMuhammad bin Hasan dan Imam Ahmad bin Hanbal padahal Imam Ahmad ini sebelumnya termasuk orang yang mengingkari sampainya pahala amalan dari orang yang hidup pada orang yang telah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang kepercayaan tentang wasiat Ibnu Umar ini beliaupun mencabut pengingkar- annya itu (Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal. 25).

Ada hadits yang serupa dalam Sunan Baihaqi dengan isnad Hasan: “Bahwasanya Ibnu Umar menyukai agar dibaca diatas pekuburan sesudah pemakaman awal surat Al-Baqarah dan akhirnya”.

Perbedaan dua hadits terakhir diatas ialah yang pertama adalah wasiat Ibnu Umar sedangkan yang kedua adalah pernyataan bahwa beliau menyukai hal tersebut.

Hadits dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulallah saw.bersabda : ”Jika mati seorang dari kamu, maka janganlah kamu menahannya dan segeralah mem-bawanya kekubur dan bacakanlah Fatihatul Kitab disamping kepalanya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Abu Hurairah ra.meriwayatkan bahwasanya Nabi saw. bersabda :“Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca ‘Al-Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Alhaakumut takatsur’, lalu ia berdo’a Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firman-Mu pada kaum Mu’minin dan Mu’minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya (pemberi syafa’at) pada hari kiamat”.

Hadits-hadits diatas atau hadits-hadits lainnya dijadikan dalil yang kuat oleh para ulama untuk menfatwakan sampainya pahala pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang telah wafat. Apa mungkin para sahabat Nabi seperti Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah [ra] mengeluarkan kata-kata yang mengandung ilmu gaib (yaitu mengenai imbalan pahala) tidak dari Rasulallah saw. atau meriwayatkan sesuatu amalan yang berbau kesyirikan atau larangan dalam agama Islam?

Mereka berdua adalah termasuk salah satu tokoh dari golongan Salaf Sholeh, mengapa golongan pengingkar ini menolaknya ?

Imam Nawawi dalam Syahrul Muhadzdzib mengatakan: ‘Disunnahkan bagi orang yang berziarah kekuburan membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan berdo’a untuk  penghuni kubur’.

Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al-Qur’an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf (terdahulu). Pada akhirnya Imam Nawawi mengutip penegasan Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyah (Ibnu Taimiyyah) sebagai berikut :

“Barangsiapa berkeyakinan bahwa seorang hanya dapat memperoleh pahala dari amal perbuatannya sendiri, ia menyimpang dari  ijma’ para ulama dan dilihat dari berbagai sudut pandang keyakinan demikian itu tidak dapat dibenarkan”.

Juga keterangan singkat yang diungkapkan seorang ulama terkemuka di Indonesia Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya Fatwa-fatwa Seputar ibadah dan Muamalah halaman 27 mengenai ‘berdo’a dan membacakan Al-Qur’an untuk orang mati’ adalah sebagai berikut:

“Berdo’a untuk kaum Muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Membaca Al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para ulama masalah bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah wafat. Memang, dalam kitab-kitab hadits, ditemukan yangmenganjurkan pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah wafat. Diantara- nya, Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma’qil bin Yasar, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Bacalah surat Yaa Sin untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim)’.

Nilai keshohihan hadits diatas ini dan semacamnya masih ada yang memper selisihkannya. Sekalipun ada golongan yang mengatakan hadits-hadits tersebut lemah atau tidak ada sama sekali tidak ada halangan untuk membaca ayat Al-Qur’an bagi orang yang akan wafat atau telah wafat. Dikalangan para ulama hadits, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan khususnya dalam bidang fadhail (keutamaan) !Para Ulama juga menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an "pada dasarnya" dibenarkan oleh agama dan mendapat pahala, kapan (kecuali orang yang sedang junub/haid–pen.) dan dimanapun berada (kecuali di wc–pen.).

Diantara perselisihan ulama itu adalah ‘Apakah dapat diterima hadiah pahala bacaan tersebut oleh almarhum atau tidak! (Jadi bukan masalah pembacaannya! –pen.)

Syekh Muhammad Al-Syarabashi dalam bukunya "Yas’alunaka" mengutip pendapat Al-Qarafi dalam kitab Al-Furuq bahwa kebaikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang telah meninggal mencakup tiga kategori :

a).  Disepakat tidak bermanfaat: memberi pahala keimanan kepada orang yang telah wafat.

b).  Disepakati bermanfaat: seperti shodaqah yangpahalanyadiberikan kepada orang telah wafat.

c)  Diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak: seperti menghajikan, berpuasa dan membaca Qur’an untuk orang yang telah meninggal.

Sementara madzhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, berpendapat pahalanya dapat diterima oleh yang telah mati. Kemudian Imam Al-Qarafi yang bermadzhab Maliki ini menutup keterangannya bahwa persoalan ini (pahala untuk yang wafat), walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada diluar jangkauan pengetahuan kita.

Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh tidaknya membaca Al-Qur’an untuk orang yang akan atau telah wafat, melainkan pada kenyataan sampai tidaknya pahala bacaan itu kepada si mayit!“

Demikianlah keterang-an yang diungkapkan oleh Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya ‘Fatwa-fatwa seputar ibadah dan muamalah’.

Untuk mempersingkat halaman, penulis ingin mengutip sebagian saja nama ulama-ulama pakar dan kitab mereka yang mengakui sampainya hadiah pahala bacaan yang ditujukan untuk si mayit diantaranya sebagai berikut:
“Imam Ahmad bin Hanbal;ulama-ulama dalam madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i;
Muhammad bin Ahmad al-Marwazi dalam kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jama’ah hal.15;
Syaikh Ali bin Muhammad bin Abil Iz (Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 457);
Dr. Ahmad Syarbasi (Yas aluunaka fid din wal-hayat 3/413);
Ibnu Taimiyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442) ;
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442) juga Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh mengatakan bahwa  “Al-Khallal  dalam kitabnya Al-Jami’ “ sewaktu membahas ‘Bacaan disamping kubur’ ;
Al-Allamah Muhammad al-Arobi  (Majmu’ Tsholatsi Rosaail) ;
Imam Qurtubi (Tazkirah Al-Qurtubi hal. 26) ;

Imam Sya’bi mengatakan: ‘Orang-orang Anshor jika ada diantara mereka yang wafat, maka mereka berbondong-bondong kekuburnya sambil membaca Al-Qur’an disampingnya (kuburan nya)’.

Ucapan Syekh Sya’bi ini dikutip oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh halaman 13; Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa.

Dan masih banyak lagi ulama-ulama berbeda madzhab yang membenarkan hadiah pahala bacaan ini. Jadi jelas bagi kita setelah membaca dan meneliti kutipan pada lembaran sebelum dan berikut ini banyak hadits Nabi saw. serta anjuran para sahabat dan ulama-ulama pakar tentang dibolehkannya serta sampainya pahala amalan orang yang masih hidup ditujukan kepada si mayyit. Disamping itu, semua madzhab sepakat bahwa pembacaan Al-Qur’an akan mendapat pahala bagi pembacanya kapan dan dimanapun, yang mana pahala itu selalu diharapkan oleh setiap muslim.

Kita tidak boleh langsung menuduh semua amalan yang "menurut pendapat sebagian ulama" haditsnya terputus, lemah, palsu, atau tidak ada haditsnya dan sebagainya itu haram untuk diamalkannya.

Kita harus meneliti lebih jauh lagi bagaimana pendapat ulama lainnya dan harus meneliti apakah amalan tersebut  menyalahi atau keluar dari syariat yang telah digariskan Islam atau tidak ?, bila tidak menyalahi syari’at Islam, boleh dijalankan ! Apalagi amalan-amalan yang masih mempunyai dalil maka tidak ada alasan orang untuk mengharamkan, mensesatkan atau membid’ahkan sesat amalan-amalan tersebut karena tidak sependapat dengan mereka, menghukum suatu amalan sebagai haram, harus mengemukakan dalil yang jelas dan shohih dari Rasulallah saw. Pahalanya membaca Al-Qur’an Setelah keterangan singkat diatas mengenai membaca Al-Qur’an untuk si mayyit dikuburan, marilah kita meneliti dalil-dalil dan wejangan ulama pakar mengenai pahala orang yang membaca ayat Al-Qur’an, juga anjuran-anjuran untuk membaca surat Yaasin, surat Al-Ikhlas dan lainnya pada orang-orang yang akan atau sudah wafat.

Dengan demikian buat pembaca lebih jelas lagi bahwa bacaan yang dibaca (didalam majlis-majlis dzikir termasuk tahlilan/ yasinan dan lainnya) pasti akan mendapatkan pahala dari Allah swt., jadi bukan sebaliknya akan mendapat dosa dan sebagainya sebagaimana yang dikatakan oleh golongan pengingkar .Ibn Mas’ud ra berkata: Rasulallah saw. bersabda:

عَنِ ابْنِ مَسْعُود)ر(ِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله.صَ.مَنْ قَرَأ حَرْفاً مِنْ كِتَابِ الله فَلَه
ُ حَسَن,وَالحَسَنَة بِعَشْرِ أمْثَالِهَا, لآ أقوْلُ الم حَرْفٌ, بَلْ ألِفْ حَرْفٌ, وَلاَمْ حَرْفٌ وَمِيْم حَرْفٌ.)رواه الترميذي(

“Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat hsanat/ kebaikan dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.(HR. Attirmidzy).

Lihat Hadits ini siapa yang membaca al-Qur’an akan dilipatkan pahala setiap hurufnya menjadi sepuluh kali. Pahala apa yang akan diberikan Allah swt. setiap hurufnya itu tidak ada keterangan yang jelas. Untuk lebih gampangnya kita ambil misal saja, bila pahala yang diberikan Allah swt. untuk satu huruf tersebut"misalnya sudah kita ketahui" yaitu berupa satu pohon di surga dan Dia akan melipatkan 10x pahalanya berarti kita akan memperoleh 10 pohon untuk setiap hurufnya, jadi kita bisa hitung sendiri berapa pohon yang akan kita peroleh hanya dengan bacaan surat Fatihah saja??. Ingat Rahmat dan Kurnia Allah swt. tidak ada batasnya. Jangan kita sendiri yang mem- batasinya !

Mari kita teruskan membaca dalil-dalil mengenai pembacaan Al-Qur’an yang bermanfaat bagi orang yang akan atau sudah wafat berikut ini:

‘Bacalah Yaa Siin bagi orang-orang yang (akan atau telah) meninggal diantara kalian(muslimin)’.

Riwayat serupa oleh Abu Hurairah ra  juga telah dicatat oleh Abu Ya’la dalam Musnad beliau dan Hafidz ibn Katsir telah mengklasifikasikan rantai periwayatnya (sanadnya) sebagai Hasan/baik (lihat Tafsiir Ibn Katsiir Juz 3 hal. 570).

Al-Baihaqi dalam Sya’bul Iman menjelaskan sebuah hadits riwayat Mi’qal bin Yasar bahwa Rasulallah saw. bersabda
:مَنْ قَرَأ يَس إبْتِغَاء وَجْه اللهِ غُفِر
َ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ , فَاقْرَؤُاهَاعِنْدَ مَوْتَاكُمْ.“

Barangsiapa membaca Yaa Sin semata-semata demi keridhaan Allah, ia memperoleh ampunan atas dosa-dosanya yang telah lalu. Karena itu hendaklah kalian membacakan Yaa Sin bagi orang yang(akan atau telah)wafat diantara kalian(muslimin)”.

(Hadits ini disebutkan juga dalam Al-Jami’us Shaghier dan Misykatul Mashabih).
Ma’aqal ibn Yassaar ra meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. bersabda;

“Yasin adalah kalbu (hati) dari Al-Qur’an. Tak seorang pun yang membacanya dengan niat menginginkan Akhirat melainkan Allah akan mengampuninya. Bacalah atas orang-orang yang (akan dan telah) wafat diantaramu.”(Sunan Abu Dawud).

Imam Hakim mengklasifikasikan hadits ini sebagai Shohih/ Autentik, lihat Mustadrak al-Haakim juz 1, halaman 565; lihat juga at-Targhiib juz 2 halaman 376.

Hadits yang serupa juga diriwayatkan oleh Hafidz As–Salafi (Mukhtasar Al-Qurtubi hal. 26).

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanad dari Safwaan bahwa ia berkata:
“Para ulama biasa berkata bahwa jika Yaasin dibaca oleh orang-orang yang akan wafat, Allah akan memudahkan maut itu baginya.”(Lihat tafsir Ibnu Katsir jild 3 halaman 571).

Dari Jund bin Abdullah ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda:

“Barang siapa membaca Surat Yaasin pada malam hari dengan niat mencari ridha Allah dosa-dosanya akan diampuni”(Imam Malik bin Anas, dalam kitabnya Al Muwattha’).

Ibnu Hibban menshohihkannya (lihat shohih Ibn Hibban jilid 6 halaman 312, juga lihat At Targhiib jilid 2 hal. 377).
Lihat hadits ini pahala tertentu bacaan Yaasin Allah swt akan mengampuni dosa-dosa si pembacanya. Manfaat pengampunan ini yang selalu diharap- kan oleh setiap Muslimin !!

Riwayat serupa dari Abu Hurairah ra. juga dicatat oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya dan Ibnu Kathir telah mengklasifikasikan rantai perawinya sebagai Hasan/baik. (Lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 3hal.570).

Syaikh Muhammad Al-‘Arabi At-Tibani, seorang ulama Masjidil Haram dalam risalahnya yang berjudul Is’aful Muslimin wal Muslimat bi Jawazil Qira’ah wa Wushulu Tsawabiha Lil Amwat mengatakan membaca Al-Qur’an itu dapat sampai kepada arwah orang yang telah meninggal.

Juga mengenai fadhilah/pahala membaca surat Al-Ikhlas, Abu Muhammad As-Samarkandy, Ar-Rafi’i dan Ad-Darquthni, masing-masing  menunjuk sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw bahwa Rasulallah saw. bersabda: Ma’aqal ibn Yassaar ra meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. bersabda

;مَنْ مَرَّ عَلَى المَقَبِرِ وَقَرَأ قُلْ هُوَا الله اَحَدٌ إحْدَ عَشَرَةَ مَرَّةٌ, ثُمَّ وَهَـبَ أجْرُهَا لِلأَمْوَاتِ , أعْطِي مِنَ الأجْرِ بِعددِ الأمْوَات“

Barangsiapa lewat melalui kuburan, kemudian ia membaca ‘Qul Huwallahu Ahad’ sebelas kali dengan niat menghadiahkan pahalanya pada para penghuni kubur, ia sendiri akan memperoleh pahala sebanyak orang yang mati disitu (atau mendapat pahala yang diperoleh semua penghuni kubur)”.

Berdasarkan riwayat surat Yaasin yang cukup banyak maka ulama-ulama pakar atau orang-orang lainnya yang memegang hadits-hadits ini, mengamal kannya baik secara individu atau berkelompok sebagaiamalan tambahan. Hadits-hadits diatas mengenai keistemewa an danpahala-pahala tertentu surat Yaasin. Mari kita rujuk lagi hadits-hadits mengenai pahala-pahala dan keistemewaan tertentu surat Al-Qur’an selain surat Yaasin. Walaupun kita setiap hari membaca berulang-ulang hanya satu surat saja dari Al-Qur’an tersebut akan tetap dapat pahala bagi yang membacanya karena termasuk ayat Al-Qur’an dan tidak ada satu hadits atau ayat ilahi yang melarang orang membaca hanya satu ayat dari Al-Qur’an. Dan tidak ada satu orang pun dari kaum muslimin yang mengamalkan ini berkeyakinan atau mengatakan bahwa Al-Qur’an itu hanya terdiri dari satu ayat yang dibaca itu saja serta mengharus-kan/mewajibkan orang membaca hanya ayat itu saja !

Golongan pengingkar ada yang mengatakan bahwa Ibnul Qayyim berkata:

“Barangsiapa membaca surat ini akan diberikan pahala begini dan begitu semua hadits tentang itu adalah Palsu !"

Beliau dengan alasan bahwa orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri bahwa tujuan mereka membuat hadits palsu tersebut adalah agar manusia sibuk dengan membaca surat-surat tertentu dari Al Qur’an serta menjauhkan mereka membaca isi Al Quran yang lain ” !!!

"Umpama saja Ibnul Qayyim benar berkata demikian".
Ini juga bukan suatu dalil/hujjah untuk melarang membaca ayat-ayat tertentu dari ayat Al-Qur’an, karena tidak sedikit hadits yang menyebutkan keistemewaan tertentu dan pahala tertentu pada ayat-ayat Al-Quran, dengan demikian pendapat Ibnul-Qayyim terbantah dengan hadits-hadits tentang bacaan surat Yasin diatas dan surat-surat lain berikut ini :

Hadits dari Abu Sa’id ra bahwa Nabi saw bersabda:

‘Apakah kalian sanggup membaca sepertiga (1/3) Qur’an dalam satu malam?’
(Rupanya hal itu memang terasa berat bagi mereka, maka jawab mereka): ‘Siapa pula yang akan sanggup melakukan itu diantara kami, ya Rasulallah!’. Maka sabda Nabi saw ’Allaahul wahidus shamad ’"maksudnya surat Al Ikhlas" adalah sepertiga dari Al- Qur’an”.    (HR.Bukhori, Muslim dan An-Nasa’i)

Ada riwayat yang serupa dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Muslim.

Lihat hadits diatas ini termasuk juga sebagai pahala tertentu, siapa baca sekali surat Al-Ikhlas sudah memadai seperti baca sepertiga ayat dari Al- Qur’an. Disini tidak berarti kita mengharuskan dan hanya membaca surat Al-Ikhlas saja, seperti isu-isu belaka golongan pengingkar ini !

Hadits dari Abu Sa’id Al Khudri ra bahwa Nabi saw bersabda:

‘Adanya Rasulallah saw. berlindung dari gangguan jin dan mata manusia dengan beberapa do’a, tetapi setelah diturunkan kepadanya Almu’awwidatain (Surat Al-Falaq dan An-Naas), beliau saw. membaca keduanya itu dan meninggalkan segala do’a-do’a lainnya’.(HR At Tirmidzi)

Hadits diatas ini menunjukkan dua surat(Al-Falaq dan An-Naas) mempunyai keistemewaan tertentu juga, bisa menghalangi dan menolak gangguan jin dan mata manusia. Juga mendapat pahala yang membacanya. Disini tidak berarti orang mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri dari surat Al-Falaq dan An-Naas saja dan kita hanya diharuskan membaca dua surat tersebut serta menjauhi ayat Al-Qur’an lainnya !

Hadits dari Abu Mas’ud Al Badry ra berkata, bersabda Nabi saw:

‘Siapa yang membaca dua ayat dari akhir surat Al-Baqoroh pada waktu malam telah mencukupinya’.(HR.Bukhori dan Muslim).

Kata-kata telah mencukupinya dalam hadits itu berarti ia telah terjamin keselamatannya dari gangguan syaithon pada malam itu. Ini juga termasuk keistemewaan tertentu dari dua ayat terakhir dari surat Al Baqoroh (yaitu dimulai dari Aamanar Rosuulu bimaa unzila ilaihiayat 285…sampai akhir ayat al Baqoroh Disini tidak berarti orang mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri dari surat Al-Baqoroh dan kita hanya diharuskan membaca surat tersebut serta menjauhi ayat Al-Qur’an lainnya!

Hadits dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda:

‘Didalam Qur’an ada surat berisi tiga puluh ayat dapat membela seseorang hingga diampunkan baginya yaitu Tabarokalladzi Biyadihil Mulku (surat Al-Mulk)’. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan keistemewaan dan pahala tertentu juga bahwa siapa yang membacanya akan dapat membelanya dan mengampunkan dosanya ! Pahala pengampunan ini sangat diharapkan oleh semua kaum muslimin.

Disini tidak berarti orang mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri dari surat Al-Mulk saja dan kita hanya diharuskan membaca surat tersebut serta menjauhi ayat Al-Qur’an lainnya !

Hadits dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda:

‘Jangan kamu menjadikan rumahmu bagaikan kubur (hanya untuk tidur belaka), sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan padanya surat Al-Baqoroh’.(HR.Muslim)

Hadits ini juga mempunyai keistemewaan tertentu, Al-Baqoroh bisa mengusir setan dari rumah kita. Disini tidak berarti orang mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri dari surat Al-Baqoroh saja dan kita hanya diharuskan membaca surat tersebut serta menjauhi ayat Al-Qur’an lainnya !

Hadits dari Abu Darda ra, Sabda Rasulallah saw:

‘Siapa yang hafal sepuluh ayat dari permulaan surat Al-Kahfi, akan terpelihara dari godaan fitnah Dajjal’.(HR.Muslim).

Dalam lain riwayat: ‘Sepuluh ayat dari akhir surat Al Kahfi’.

Hadits ini menunjukkan keistemewaan tertentu yaitu siapa yang dapat menghafal dan membacanya dari ayat tersebut, terhindar dari fitnahan Dajjal.

Disini tidak berarti orang mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri dari 10 ayat dari surat Al-Kahfi saja dan kita hanya diharuskan membaca surat tersebut serta menjauhi ayat Al-Qur’an lainnya!

Dan masih banyak lagi mengenai keistemewaan dan pahala tertentu mengenai Ayat Kursi, ayat Al-Fatihah (Ummul Kitab/ibunya Qur’an), mengenai keutamaan mengucapkan Laa ilaaha illallah, membaca Tasbih, Takbir dan Sholawat atas Nabi saw. dan sebagainya yang tidak saya sebutkan satu persatu disini. Juga pahala-pahala tertentu amalan-amalan puasa, sholat dan sebagainya.

Apakah semua hadits-hadits keistemewaan dan pahala tertentu tersebut diatas yang diriwayatkan oleh perawi-perawi terkenal adalah hadits palsu?

Apakah dengan adanya hadits-hadits tersebut, orang mempunyai firasat hanya harus membaca ayat-ayat tertentu itu dan meniadakan ayat Al-Qur’an lainnya ?

Sudah Tentu Tidak !

Pandangan yang demikian itu menunjukkan kedangkalan ilmu serta kefanatikan golongan pengingkar ini terhadap fahamnya sendiri sehingga semua hadits yang "tidak sefaham dengan mereka" dianggap tidak ada, palsu, lemah dan melarang dan lain sebagainya !
Saya berlindung pada Allah swt.. dalam hal ini.
Semoga bermanfaat dan mencerahkan.
Aamiin.

Sumber: http://brigadepertahananaswaja313.blogspot.in/2015/08/pembacaan-al-quran-di-kuburan-untuk.html

Share:

Anjuran Untuk Tahlilan 7 Hari Berturut-turut

Anjuran Untuk Tahlilan 7 Hari Berturut-turut
Mengapa para ulama mengajarkan kepada umat Islam agar selalu mendoakan keluarganya yang telah meninggal dunia selama 7 hari berturut-turut ? Telah banyak beredar dari kalangan salafi wahhabi yang menyatakan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari diadopsi dari adat kepercayaan agama Hindu. Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini?

Sungguh anggapan mereka salah besar dan vonis yang tidak berdasar sama sekali. Justru ternyata tradisi tahlilan selama tujuh hari dengan menghidangkan makanan, merupakan tradisi para sahabat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in. Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ahli hadits kenamaan mengatakan bahwa beliau mendapatkan riwayat dari Hasyim bin al-Qasim, yang mana beliau meriwayatkan dari Al-Asyja’i, yang beliau sendiri mendengar dari Sofyan, bahwa Imam Thawus bin Kaisan radliyallahu ‘anhu pernah berkata : إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام “Sesungguhnya orang mati difitnah (diuji dengan pertanyaan malaikat) didalam quburnya selama 7 hari, dan “mereka” menganjurkan (mensunnahkan) agar memberikan makan (pahalanya) untuk yang meninggal selama 7 hari tersebut”. Riwayat ini sebutkan oleh Imam Ahmad Ahmad bin Hanbal didalam az-Zuhd [1]. Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) juga menyebutkannya didalam Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyah.[2] Sedangkan Thawus bin Kaisan al-Haulani al-Yamani adalah seorang tabi’in (w. 106 H) ahli zuhud, salah satu Imam yang paling luas keilmuannya. [3] Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974) dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubraa dan Imam al-Hafidz as-Suyuthi (w. 911 H) dalam al-Hawil lil-Fatawi mengatakan bahwa dalam riwayat diatas mengandung pengertian bahwa kaum Muslimin telah melakukannya pada masa Rasulullah, sedangkan Rasulullah mengetahui dan taqrir terhadap perkara tersebut. Dikatakan (qil) juga bahwa para sahabat melakukannya namun tidak sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Atas hal ini kemudian dikatakan bahwa khabar ini berasal dari seluruh sahabat maka jadilah itu sebagai Ijma’, dikatakan (qil) hanya sebagian shahabat saja, dan masyhur dimasa mereka tanpa ada yang mengingkarinya. [4] Ini merupakan anjuran (kesunnahan) untuk mengasihi (merahmati) mayyit yang baru meninggal selama dalam ujian didalam kuburnya dengan cara melakukan kenduri shadaqah makan selama 7 hari yang pahalanya untuk mayyit. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para sahabat, difatwakan oleh mereka. Sedangkan ulama telah berijma’ bahwa pahala hal semacam itu sampai dan bermanfaat bagi mayyit.[5] Kegiatan semacam ini juga berlangsung pada masa berikutnya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Hafidz as-Suyuthiy ; “Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku (al-Hafidz) bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (masa al-Hafidz) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasai awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’. [6] Shadaqah seperti yang dilakukan diatas berlandaskan hadits Nabi yang banyak disebutkan dalam berbagai riwayat. [7] Lebih jauh lagi dalam hadits mauquf dari Sayyidina Umar bin Khaththab, disebutkan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (5/328) lil-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852) sebagai berikut : قال أحمد بن منيع حدثنا يزيد بن هارون حدثنا حماد بن سلمة عن علي بن زيد عن الحسن عن الحنف بن قيس قال كنت أسمع عمر رَضِيَ الله عَنْه يقول لا يدخل أحد من قريش في باب إلا دخل معه ناس فلا أدري ما تأويل قوله حتى طعن عمر رَضِيَ الله عَنْه فأمر صهيبا رَضِيَ الله عَنْه أن يصلي بالناس ثلاثا وأمر أن يجعل للناس طعاماً فلما رجعوا من الجنازة جاؤوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه فجاء العباس بن عبد المطلب رَضِيَ الله عَنْه فقال يا أيها الناس قد مات الحديث وسيأتي إن شاء الله تعالى بتمامه في مناقب عمر رَضِيَ الله عَنْه “Ahmad bin Mani’ berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari ‘Ali bin Zayd, dari al-Hasan, dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku pernah mendengar ‘Umar radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali seseorang masuk menyertainya, maka aku tidak mengerti apa yang maksud perkataannya sampai ‘Umar radliyallahu ‘anh di tikam, maka beliau memerintahkan Shuhaib radliyallahu ‘anh agar shalat bersama manusia selama tiga hari, dan juga memerintahkan agar membuatkan makanan untuk manusia. Setelah mereka kembali (pulang) dari mengantar jenazah, dan sungguh makanan telah dihidangkan, maka manusia tidak mau memakannya karena sedih mereka pada saat itu, maka sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib radliyallahu ‘anh datang, kemudian berkata ; wahai.. manusia sungguh telah wafat .. (al-hadits), dan InsyaAllah selengkapnya dalam Manaqib ‘Umar radliyallah ‘anh”. Hikmah dari hadits ini adalah bahwa adat-istiadat amalan seperti Tahlilan bukan murni dari bangsa Indonesia, melainkan sudah pernah dicontohkan sejak masa sahabat, serta para masa tabi’in dan seterusnya. Karena sudah pernah dicontohkan inilah maka kebiasaan tersebut masih ada hingga kini. Riwayat diatas juga disebutkan dengan lengkap dalam beberapa kitab antara lain Ithaful Khiyarah (2/509) lil-Imam Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiriy al-Kinani (w. 840). وعن الأحنف بن قيس قال: “كنت أسمع عمر بن الحنطاب- رضي الله عنه- يقول: لا يدخل رجل من قريش في باب إلا دخل معه ناس. فلا أدري ما تأويل قوله، حتى طعن عمر فأمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثا، وأمر بأن يجعل للناس طعاما، فلما رجعوا من الجنازة جاءوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه، فجاء العباس بن عبد المطلب قال: يا أيها الناس، قد مات رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فأكلنا بعده وشربنا، ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا، أيها الناس كلوا من هذا الطعام. فمد يده ومد الناس أيديهم فأكلوا، فعرفت تأويل قوله “.رواه أحمد بن منيع بسند فيه علي بن زيد بن جدعان “Dan dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku mendengar ‘Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali manusia masuk bersamanya. Maka aku tidak maksud dari perkataannya, sampai ‘Umar di tikam kemudian memerintahkan kepada Shuhaib agar shalat bersama manusia dan membuatkan makanan hidangan makan untuk manusia selama tiga hari. Ketika mereka telah kembali dari mengantar jenazah, mereka datang dan sungguh makanan telah dihidangkan namun mereka tidak menyentuhnya karena kesedihan pada diri mereka. Maka datanglah sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib, seraya berkata : “wahai manusia, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah wafat, dan kita semua makan dan minum setelahnya, Abu Bakar juga telah wafat dan kita makan serta minum setelahnya, wahai manusia.. makanlah oleh kalian dari makanan ini, maka sayyidina ‘Abbas mengulurkan tanggan (mengambil makanan), diikuti oleh yang lainnya kemudian mereka semua makan. Maka aku (al-Ahnaf) mengetahui maksud dari perkataannya. Ahmad bin Mani telah meriwayatkannya dengan sanad didalamnya yakni ‘Ali bin Zayd bin Jud’an”. Disebutkan juga Majma’ az-Zawaid wa Manba’ul Fawaid (5/159) lil-Imam Nuruddin bin ‘Ali al-Haitsami (w. 807 H), dikatakan bahwa Imam ath-Thabrani telah meriwayatkannya, dan didalamnya ada ‘Ali bin Zayd, dan haditsnya hasan serta rijal-rijalnya shahih ; Kanzul ‘Ummal fiy Sunanil Aqwal wa al-Af’al lil-Imam ‘Alauddin ‘Ali al-Qadiriy asy-Syadili (w. 975 H) ; Thabaqat al-Kubra (4/21) lil-Imam Ibni Sa’ad (w. 230 H) ; Ma’rifatu wa at-Tarikh (1/110) lil-Imam Abu Yusuf al-Farisi al-Fasawi (w. 277 H) ; Tarikh Baghdad (14/320) lil-Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H). Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya mengtakan : قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام “ Thowus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “. Sementara dalam riwayat lain : عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا “ Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “. Dalam menjelaskan dua atsar tersebut imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi atsar Thowus termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih.
Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi Saw. Sedangkan Ubaid bin Umair yang wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob Ra. Menurut imam Muslim beliau dilahirkan di zaman Nabi Saw bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau sempat melihat Nabi Saw. Maka berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi Saw. Sementara bila ditinjau dalam sisi diroyahnya, sebgaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa: “Setiap riwayat seorang sahabat Nabi Saw yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi Saw), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak sampai kepada Nabi Saw). Menurut ulama ushul dan hadits, makna ucapan Thowus ; ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para sahabat Nabi Saw telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh Nabi Saw sendiri. (al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi). Maka tradisi bersedekah selama mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi Saw, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh beliau Nabi Muhammad Saw. Wallahu A’lam. [1] Lihat : Syarah ash-Shudur bisyarhi Hal al-Mautaa wal Qubur ; Syarah a-Suyuthi ‘alaa Shahih Muslim, Hasyiyah as-Suyuthi ‘alaa Sunan an-Nasaa’i dan al-Hafi lil-Fatawi lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi ; Lawami’ al-Anwar al-Bahiyyah (2/9) lil-Imam Syamsuddin Muhammad as-Safarainy al-Hanbali (w. 1188 H) ; Sairus Salafush Shalihin (1/827) lil-Imam Isma’il bin Muhammad al-Ashbahani (w. 535 H) ; Imam al-Hafidz Hajar al-Asqalani (w. 852 H) didalam al-Mathalibul ‘Aliyah (834). [2] Lihat : Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyaa’ lil-Imam Abu Nu’aim al-Ashbahaniy : “menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, menceritakan kepada kami ayahku (Ahmad bin Hanbal), menceritakan kepada kami Hisyam bin al-Qasim, menceritakan kepada kami al-Asyja’iy, dari Sufyan, ia berkata : Thawus telah berkata : “sesungguhnya orang mati di fitnah (diuji oleh malaikat) didalam kuburnya selama 7 hari, maka ‘mereka’ menganjurkan untuk melakukan kenduri shadaqah makan yang pahalanya untuk mayyit selama 7 hari tersebut”. [3] Lihat : al-Wafi bil Wafiyaat (16/236) lil-Imam ash-Shafadi (w. 764 H), disebutkan bahwa ‘Amru bin Dinar berkata : “aku tidak pernah melihat yang seperti Thawus”. Dalam at-Thabaqat al-Kubra li-Ibni Sa’ad (w. 230 H), Qays bin Sa’ad berkata ; “Thawus bagi kami seperti Ibnu Siirin (sahabat) bagi kalian”. [4] Lihat ; al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (2/30-31) lil-Imam Syihabuddin Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami ; al-Hawi al-Fatawi (2/169) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthiy. [5] Lihat : Syarah Shahih Muslim (3/444) li-Syaikhil Islam Muhyiddin an-Nawawi asy-Syafi’i. [6] Lihat : al-Hawi al-Fatawi (2/179) lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi.

Sumber:
http://brigadepertahananaswaja313.blogspot.com/2015/08/anjuran-untuk-tahlilan-7-hari-berturut.html

Share:

Materi Dauroh Aswaja Nu Center

Download Materi Presentasi Dauroh Aswaja

KH. Muhyidin Abdus Shomad

No

Materi Aswaja

Link

1

2

3

1

Sekilas Tentang Ahlissunnah Wal- Jama’Ah.Pptx

Click

2

Sekilas Mengetahui Penyimpangan Ibnu Taimiyah Dan Muhammad Abduh.Pptx

Click

3

Aliran Wahhabi.Pptx

Click

4

Bid'Ah.Pptx

Click

5

Tradisi Nu.Pptx

Click

6

Tawasul Dan Istighatsah.Pptx

Click

7

Peringatan Maulid Nabi.Pptx

Click

8

Argumen Amaliyah Nahdhiyyah Di Bulan Ramadhan.Pptx

Click

9

Ideologi Hizbut Tahrir (Baru).Pptx

Click

10

Mengenal Syiah Dari Kitab-Kitab Syiah (Baru).Pptx

Click

11

Qunut.Pptx

Click

12

Silsilah Nabi Saw.Pptx

Click

13

Tawassul.Pptx

Click

Navis

1

2

3

1

Ahmadiyah (Qadiyaniyah).Pptx -

Click

2

Cara-Cara Istinbaath Al-Ahkaam Dan Kiat-Kiat Berbahtsul Masaa'Il.Pptx -

Click

3

Daurah (Tot)  Nasional.Docx -

Click

4

Daurah Aswaja.Pptx -

Click

5

Dauroh Aswaja.Docx -

Click

6

Definisi Aswaja Nu.Ppt -

Click

7

Hizbut Tahrir.Pptx -

Click

8

Incis.Ppt -

Click

9

Karakteristik Pemikiran Aswaja.Docx -

Click

10

Khitthah N Fikrah Nahdlyyah.Pptx -

Click

11

Liberalisme Dalam Lingkungan  Nu.Ppt -

Click

12

Mafhum Aswaja.Pptx -

Click

13

Pemahaman Aswaja.Docx -

Click

14

Presentasi Aswaja Nu Center.Ppt -

Click

15

Rajab  '12.Pptx -

Click

16

Tabel 1-Perbedaan Aswaja Syiah Dan Khawarij.Docx -

Click

17

Tabel 2-Kategori Pemikiran Aswaja.Docx -

Click

18

Tajdid Aswaja.Pptx -

Click

 

Share: