Tahlil Fida' di fatwakan banyak ulama'

Di masa abad pertengahan Islam, kurang lebih antara tahun 400-1000 Hijriyah, amaliah Tahlil bagi umat Islam untuk keluarganya yang meninggal adalah tidak tanggung-tanggung, yaitu bacaan dzikir La ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali.

Saat ini memang sudah tidak sebanyak itu, atau jarang ditemukan. Namun setidaknya amaliah Tahlil sudah berlangsung ratusan tahun silam, dan banyak sekali ulama yang mengamalkan atau paling tidak mereka tidak menyalahkan amaliah ini.

Akan tetapi, bagi yang Anti Tahlil (jumlahnya sedikit), mereka beramsumsi bahwa amaliah semacam ini berasal dari mimpi:

وَيَحْتَجُّونَ عَلَى فِعْلِ ذَلِكَ بِمَا حُكِيَ عَنْ بَعْضِ الشُّيُوخِ مِنْ الْمُتَأَخِّرِينَ أَنَّهُ رَأَى فِي مَنَامِهِ بَعْضَ الْمَوْتَى فِي عَذَابٍ فَذَكَرَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ ثُمَّ أَهْدَاهَا لَهُ ، فَرَآهُ فِي مَنَامِهِ بَعْدَ ذَلِكَ فِي هَيْئَةٍ حَسَنَةٍ ، فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ غُفِرَ لَهُ بِإِهْدَائِهِ لَهُ ثَوَابَ السَّبْعِينَ أَلْفًا . وَهَذَا لَيْسَ فِيهِ دَلِيلٌ مِنْ وَجْهَيْنِ : أَحَدُهُمَا : أَنَّهُ مَنَامٌ ، وَالْمَنَامُ لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ حُكْمٌ . وَالثَّانِي : أَنَّهُ إنَّمَا فَعَلَهَا وَحْدَهُ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ ، وَأَهْدَى لَهُ ثَوَابَهَا وَلَمْ يَجْمَعْ لِذَلِكَ النَّاسَ كَمَا يَفْعَلُونَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ الشُّهْرَةِ حَتَّى صَارَ ذَلِكَ عِنْدَهُمْ أَمْرًا مَعْمُولًا بِهِ ، أَمَّا لَوْ فَعَلَ ذَلِكَ أَحَدٌ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ وَأَهْدَى ثَوَابَهُ لِمَنْ شَاءَ فَلَا يُمْنَعُ ؛ لِأَنَّهُ قَدْ فَعَلَ خَيْرًا وَكَذَلِكَ يَحْذَرُ مِمَّا أَحْدَثَهُ بَعْضُهُمْ مِنْ تَرْكِ الْفُرُشِ الَّتِي تُجْعَلُ فِي بَيْتِ الْمَيِّتِ لِجُلُوسِ مَنْ يَأْتِي إلَى التَّعْزِيَةِ فَيَتْرُكُونَهَا كَذَلِكَ حَتَّى تَمْضِيَ سَبْعَةُ أَيَّامٍ ، ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ يُزِيلُونَهَا .
 (المدخل الى مذهب أحمد لابن بدران - ج 3 / ص 446)

“Mereka berhujjah untuk melakukan Tahlil 70.000 dari sebagian guru generasi akhir, bahwa ia bermimpi melihat sebagian orang mati tengah disiksa, kemudian ia berdzikir La ilaha illa Allahu 70.000 kali lalu dihadiahkan kepadanya.

Berikutnya ia bermimpi bertemu kembali dalam keadaan yang baik. Ia bertanya tentang kondisi itu, si mayit menjawab bahwa telah diampuni dosanya dengan hadiah pahala kepadanya sebanyak 70.000 kali.

Hal ini bukanlah hukum karena dua faktor.

Pertama, ini adalah mimpi, dan mimpi tidak berimplikasi pada hukum.

Kedua, ini hanya perbuatan perorangan yang menghadiahkan pahalanya, bukan dalam bentuk mengumpulkan orang banyak, seperti yang dilakukan saat ini dan populer, hingga menjadi sebuah amaliah bagi mereka.

Adapun jika ia melakukannya sendiri dan menghadiahkan kepada orang lain yang ia sukai, maka tidak ada halangan, sebab ia telah melakukan kebaikan” (al-Madkhal ila Madzhabi Ahmad, 3/446)

Kendati mimpi bukan sebuah hukum, setidaknya Islam melegalkan mimpi sebagai ‘al-Busyra’ atau kabar gembira bagi para kekasih Allah. Berikut adalah ayatnya:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [يونس/62-64]
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.

Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Yunus: 62-64)

Apa yang dimaksud “al-Busyra” atau kabar gembira dalam ayat diatas? Tidak lain adalah “Mimpi yang baik” sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَوْلِهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى (لَهُمُ الْبُشْرَى فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ) قَالَ هِىَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ يَرَاهَا الْمُسْلِمُ أَوْ تُرَى لَه (رواه احمد . تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره وهذا إسناد رجاله ثقات رجال الشيخين)

“Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata: Saya bertanya kepada Nabi Saw tentang firman Allah: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat”.

Nabi menjawab: “Itu adalah mimpi yang baik, yang dilihat oleh orang Islam atau diperlihatkan kepadanya” (HR Ahmad, para perawinya adalah perawi Bukhari dan Muslim)

Bahkan para ulama yang lain tetap sependapat dengan Tahlilan seperti diatas, diantaranya:

- Fatwa Ibnu Taimiyah:

وَسُئِلَ عَمَّنْ هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ الْجَوَابُ فَأَجَابَ : إذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ هَكَذَا : سَبْعُونَ أَلْفًا أَوْ أَقَلَّ أَوْ أَكْثَرَ . وَأُهْدِيَتْ إلَيْهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيثًا صَحِيحًا وَلَا ضَعِيفًا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ . (مجموع فتاوى ابن تيمية – ج 5 / ص 471)

“Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang Tahlil 70.000 kali dan menghadiahkan kepada mayit untuk membebaskannya dari neraka.

Apakah ini hadis sahih? Dan jika seseorang membaca Tahlil dan menghadiahkan kepada mayit apakah pahalanya sampai atau tidak?

Ibnu Taimiyah menjawab: Jika seseorang membaca Tahlil 70.000 kali, kurang atau lebih dan dihadiahkan kepada mayit, maka Allah akan memberi manfaat kepadanya dengan Tahlil tersebut.

Ini bukan hadis sahih dan dlaif” (Majmu’ al-Fatawa 5/471)

- Amaliah Abu Zaid al-Qurthubi

وَقَالَ أَبُوْ الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ الْقَسْطَلَانِي سَمِعْتُ الشَّيْخَ أَبَا عَبْدِ اللهِ الْقُرَشِي يَقُوْلُ سَمِعْتُ أَبَا زَيْدٍ الْقُرْطُبِي يَقُوْلُ فِي بَعْضِ الْآثَارِ أَنَّ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ سَبْعِيْنَ أَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ فِدَاءَهُ مِنَ النَّارِ، فَعَمِلْتُ ذَلِكَ رَجَاءَ بَرَكَةِ الْوَعْدِ، فَفَعَلْتُ مِنْهَا لِأَهْلِي وَعَمِلْتُ أَعْمَالًا أِدَّخَرْتُهَا لِنَفْسِي (المستطرف في كل فن مستظرف - ج 1 / ص 483 شهاب الدين محمد بن أحمد أبي الفتح الأبشيهي دار الكتب العلمية - بيروت)

“Abu al-Abbas Ahmad al-Qasthalani berkata: Saya mendengar Syaikh Abu Abdillah al-Qurasyi berkata:

Saya mendengar Abu Zaid al-Qurthubi (473 H) berkata dalam sebagian atsar, bahwa orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah 70.000 kali, akan menjadi penebus baginya dari nereka.

Saya mengamalkannya mengharap berkah janji. Kemudian saya mengamalkan sebagiannya untuk keluarga saya, dan saya mengamalkan beberapan amalan yang saya investasikan untuk saya sendiri” (Syihabuddin al-Absyihi dalam al-Mustathrif, 1/483)

- Wasiat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابْنُ الْعَرَبِيِّ أُوصِيك بِالْمُحَافَظَةِ عَلَى شِرَاءِ نَفْسِك مِنْ اللَّهِ تَعَالَى بِأَنْ تَقُولَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفًا ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَعْتِقُك وَيَعْتِقُ مَنْ تَقُولُهَا عَنْهُ مِنْ النَّارِ وَرَدَ بِهِ خَبَرٌ نَبَوِيٌّ . (فيض القدير للمناوي – ج 6 / ص 245 ومنح الجليل شرح مختصر خليل لخليل بن اسحاق – ج 16 / ص 172)

“Ibnu al-Arabi berkata: Saya berwasiat kepadamu untuk terus ‘membeli dirimu’ dari Allah (dibebaskan dari siksa) dengan mengucapkan La ilaha illa Allahu, 70.000 kali.

Maka Allah akan membebaskanmu dan orang yang kau bacakan kalimat tersebut dari neraka.

Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis” (Faidl al-Qadir 6/245 dan Minah al-Jalil, 16/172)

- Fatwa al-Qarafi al-Maliki:

قَالَ الرَّهُونِيُّ وَالتَّهْلِيلُ الَّذِي قَالَ فِيهِ الْقَرَافِيُّ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ هُوَ فِدْيَةُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفِ مَرَّةٍ حَسْبَمَا ذَكَرَهُ السَّنُوسِيُّ وَغَيْرُهُ هَذَا الَّذِي فَهِمَهُ مِنْهُ الْأَئِمَّةُ (أنوار البروق في أنواع الفروق - ج 6 / ص 105)

“ar-Rahuni berkata: Tahlil yang dikatakan oleh al-Qarafi yang dianjurkan untuk diamalkan adalah doa fidyah La ilaha illa Allahu, sebanyak 70.000 kali.

Terlebih disebutkan oleh as-Sanusi dan lainnya. Inilah yang difahami oleh para imam” (Anwar al-Buruq 6/105)

- Fatwa asy-Syarwani asy-Syafii:

( قَوْلُهُ لِمَحْضِ الذِّكْرِ ) أَيْ كَالتَّهْلِيلِ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ الْمَشْهُورُ بِالْعَتَاقَةِ الصُّغْرَى (حواشي الشرواني على تحفة المحتاج في شرح المنهاج للشرواني – ج 24 / ص 429)

“(Boleh mengupah orang untuk membaca al-Quran dan membaca dzikir murni) Yakni seperti Tahlil 70.000 kali yang populer dengan ‘pembebasan kecil’.”

(Hasyiah ala Tuhfat al-Muhtaj, 24/429)


Oleh : Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin


Editor: DBCLVIIII 

Share: